Di Sukabumi, Pelaku Seks Menyimpang dan Pembunuhan Terhadap Siswa SD Pernah Jadi Korban
2 mins read

Di Sukabumi, Pelaku Seks Menyimpang dan Pembunuhan Terhadap Siswa SD Pernah Jadi Korban

WH.SUKABUMI – Dinas Sosial Kota dan Kabupaten Sukabumi serta Kementerian Sosial (Kemensos) akan melakukan pendampingan psikologi kepada Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) di kasus tindak pidana kekerasan seksual disertai pembunuhan yang terjadi di Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, pada 16 Maret 2024 lalu.

S (14), pelaku pedofilia dan pembunuhan terhadap anak laki-laki berinisial AM (7) yang masih duduk di bangku kelas I SD dipastikan mendapat pendampingan psikologi dan bantuan hukum hingga proses sidang di pengadilan. Sebab, anak usia 12 sampai 18 tahun yang berkonflik dengan hukum perlu pendampingan psikiater sesuai Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Pekerja Sosial Kementerian Sosial, Intan Khoerunnisa, mengatakan penanganan S, sebagai pelaku tindak pidana yang masih di bawah umur ini perlu didampingi psikiater agar kejiwaannya tidak terguncang saat diinterogasi penyidik kepolisian maupun kejaksaan.

“Menurut undang-undang, pendampingan psikologi sosial terhadap anak yang bermasalah dengan hukum perlu sekali. Apalagi, pelaku tindak pidana pedofilia ini dari kalangan keluarga tidak mampu,” ujar Intan, kepada wartawan, Jumat, 3 Mei 2024.

Intan menjelaskan, pemicu S menyukai sesama jenis lantaran pernah menjadi korban pedofilia saat duduk di bangku kelas VII SMP. Mereka yang melakukan kekerasan seksual terhadap S adalah orang dewasa.

“Pengakuan S pernah jadi korban kekerasan seksual. Setelah melakukan seks menyimpang hingga menimbulkan korban jiwa, ekspresi ia datar seperti tidak punya rasa penyesalan. Makanya pelaku butuh bimbingan psikologis karena sudah mati rasa,” ungkapnya.

Kemensos merekomendasikan dilakukan penanganan serius terhadap perkembangan kejiwaan pelaku. Hal tersebut sebagai bentuk antisipasi kejadian serupa terulang kembali di kemudian hari.

“Awalnya korban bisa berpotensi jadi pelaku. Karena itu, saya rekomendasikan pelaku harus didampingi psikiater,” tegasnya.

Intan mengimbau lembaga pendidikan, orang tua, dan lingkungan sosial, harus berpartisipasi aktif memerhatikan perkembangan psikologis anak. Secara berkala pantau lingkungan pergaulan anak saat di luar rumah maupun sekolah.

“Hindari pengekangan berlebih kepada anak, nanti akan berontak. Lebih penting anak-anak usia sekolah diberi penyuluhan tentang kekerasan seksual,” pungkasnya. (Apon Nanan)

editor : Ida